Dalam perspektif hukum, definisi tindak pidana korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 pasal UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang dapat dikenakan pidana penjara karena korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, jenis tindak pidana korupsi dapat dikelompokkan menjadi tujuh, sebagai berikut:
- Kerugian keuangan negara
- Pasal 2, “Melawan hukum untuk memperkaya diri dan dapat merugikan keuangan negara adalah Korupsi“.
- Pasal 3, “Menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara adalah Korupsi“.
- Suap-menyuap
- Pasal 5 ayat (1) huruf a, “Menyuap pegawai negeri adalah Korupsi“.
- Pasal 5 ayat (1) huruf b, “Menyuap pegawai negeri adalah Korupsi“.
- Pasal 13, “Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya adalah Korupsi“.
- Pasal 5 ayat (2), “Pegawai negeri menerima suap adalah Korupsi“.
- Pasal 12 huruf a, “Pegawai negeri menerima suap adalah Korupsi“.
- Pasal 12 huruf b, “Pegawai negeri menerima suap adalah Korupsi“.
- Pasal 11, “Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya adalah Korupsi“.
- Pasal 6 ayat (1) huruf a, “Menyuap Hakim adalah Korupsi“.
- Pasal 6 ayat (1) huruf b, “Menyuap Advokat adalah Korupsi“.
- Pasal 6 ayat (2), “Hakim & Advokat menerima suap adalah Korupsi“.
- Pasal 12 huruf c, “Hakim menerima suap adalah Korupsi“.
- Pasal 12 huruf d, “Advokat menerima suap adalah Korupsi“.
- Penggelapan dalam jabatan
- Pasal 8, “Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan adalah Korupsi“.
- Pasal 9, “Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi adalah Korupsi“.
- Pasal 10 huruf a, “Pegawai negeri merusakkan bukti adalah Korupsi“.
- Pasal 10 huruf b, “Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti adalah Korupsi“.
- Pasal 10 huruf c, “Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti adalah Korupsi“.
- Pemerasan
- Pasal 12 huruf e, “Pegawai negeri memeras adalah Korupsi“.
- Pasal 12 huruf g, “Pegawai negeri memeras adalah Korupsi“.
- Pasal 12 huruf f, “Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain adalah Korupsi“.
- Perbuatan curang
- Pasal 7 ayat (1) huruf a, “Pemborong berbuat curang adalah Korupsi“.
- Pasal 7 ayat (1) huruf b, “Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang adalah Korupsi“.
- Pasal 7 ayat (1) huruf c, ‘Rekanan TNI/Polri berbuat curang adalah Korupsi“.
- Pasal 7 ayat (1) huruf d, “Pengawas rekanan TNI/Polri membiarkan perbuatan curang adalah Korupsi“.
- Pasal 7 ayat (2), “Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang adalah Korupsi“.
- Pasal 12 huruf h, “Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain adalah Korupsi“.
- Benturan kepentingan dalam pengadaan
- Pasal 12 huruf i, “Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya adalah Korupsi“.
- Gratifikasi
- Pasal 12 B dan Pasal 12 C, “Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK adalah Korupsi“.
Selain definisi tindak pidana korupsi tersebut di atas, ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana tersebut tertuang dalam Pasal 21, 22, 23, dan 24 Bab III UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni:
- Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi (Pasal 21).
- Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar (Pasal 22 jo Pasal 28).
- Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka (Pasal 22 jo Pasal 29).
- Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu (Pasal 22 jo Pasal 35).
- Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu (Pasal 22 jo Pasal 36).
- Saksi yang membuka identitas pelapor (Pasal 24 jo Pasal 31).
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.